Ini pertanyaannya:
“Jelaskan mengapa manusia disebut sebagai makhluk sosial?”
Sebuah pertanyaan, yang jawabannya bahkan masih saya hafal sampe hari ini dan bisa saya ulang sama persis seperti apa yang saya tulis dilembar Ujian saya ketika SD dulu.
“Karena manusia tidak bisa hidup seorang diri dan membutuhkan orang lain untuk dapat bertahan hidup.”
That’s right, itulah manusia…
Ironisnya, bertahun-tahun setelah mempelajari semua hal itu, banyak diantara kita yang justru kemudian menjadi makluk individualis.
Sebagian bahkan berevolusi menjadi makhluk media sosial.
Yap, makhluk yang jauh lebih sering tertunduk, diam dan memendam perasaannya untuk ditumpahkan secara berapi-api di media sosial. Tempat yang mereka anggap sebagai utopia-nya “Freedom of Speech”.
Saya?
Saya lebih suka nggak berkomentar, karena saya cenderung malas berdebat sama siapapun. Bahkan pernah ketika temen saya nulis argumen panjang2 di media sosial, saya cuma jawab simple, mendingan kita ngopi aja sini biar ngobrolnya enak haha… Lha iya dong, saya kan makhluk sosial bukan makhluk media sosial. Ngapain buang-buang waktu ngalor ngidul debat di media sosial, koyo ra enek gawean ae wkwkkw…
Wong paham hukum juga nggak,
Politik juga burem
Agama masih jauh dari sempurna aja kok pake sok menggurui haha.. (ini saya ngomong sama diri sendiri lho ya, takute nanti enek sing baper lagi, terus saya diajak debat wkwkw)
Dan kalo ditanya kenapa saya lebih suka diam?, yo simple jane…
Karena didalam perdebatan biasanya masing-masing pihak hanya akan berdebat untuk mencari pembenaran diri sendiri. Dan kalaupun kemudian mereka ngeluarin beragam referensi, itu nggak lebih dari referensi yang mereka rasa cocok untuk membenarkan argumen mereka.
Intinya cuma satu, nggak akan ada yang mau ngalah diantara mereka. Dan kalaupun akhirnya mereka berhenti berdebat, sejujurnya itu bukan karena mereka ketemu kata sepakat tapi karena mereka udah sama-sama males dan capek ngeladenin lawan debatnya hehe…
Makanya nggak jarang, pendapat yang sebenernya subjektif, tiba-tiba bisa berevolusi jadi pendapat objektif, bukan karena bener-bener objektif tapi karena mereka nganggap itu udah cukup objektif dimata mereka.
Dimata orang lain? yo belum tentu, bisa jadi mereka malah ketawa baca pendapat kita wkwkkw
Makanya kadang sambil bersih-bersihin timeline yang lemaknya agak jenuh (ho..oh saya ngeri kolesterol kalo keseringan baca status bernada negative), saya suka mikir sendiri.
Jane
Manusia Itu Makhluk Sosial,
Manusia Itu Makhluk (Media) Sosial,
Manusia Itu (Bukan) Makhluk Sosial,
Atau
Manusia Itu (Bukan) Makhluk (Media) Sosial?